Di Kubur 26Tahun Jasad Masih Utuh

Pagi ni meronda kat facebook..aku ternampak artikal ni yang di SHARE oleh seorang frenlist aku..so..terdetk di hati nak berkongsi dengan korang juga tentang cerita ni.
Jom baca
Dikubur 26 Tahun Jasad Masih Utuh ..
... KAIN KAFAN SANG KIAI UTUH DAN HARUM
BAUNYA ...

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... Tiga bak berisi
air dan potongan kayu ukuran 70 cm x 30 cm
telah disiapkan anak-anak almarhum KH.

Abdullah. Saat itu, Minggu 2 Agustus 2009,
makam Kiai Abdullah akan dipindahkan lantaran
di lokasi itu terkena proyek pelebaran Jalan
Benda, Batu Ceper, Tangerang, yang mengarah
ke Bandara Soekarno Hatta, Jakarta.

Air yang ada di dalam bak itu rencananya akan
digunakan untuk mencuci tulang belulang
sebelum dipindahkan ke lokasi pemakaman yang
baru. Sementara potongan kayu sengon sebanyak
9 potong diperuntukkan sebagai dinding
pembatas jenazah di dalam liang lahat.
"Saya sudah beberapa kali melihat proses
pemindahan kuburan di Karet Bivak, Jakarta
Pusat. Persiapannya memang seperti itu," kata
Achmad Fathi, anak ketiga Kiai Abdullah.

Namun semua perlengkapan itu akhirnya tidak
terpakai. Soalnya, ketika makam yang berusia 26
tahun digali, pemandangan aneh terjadi. Jasad
Kiai Abdullah ternyata masih utuh. Begitu juga
dengan kain kafan dan kayu penutup jenazah.

Tidak ada tanda-tanda bekas gigitan rayap atau
binatang tanah di kafan maupun di kayu kamper
tersebut.
Sementara Mukhtar Ali, anak sulung Kiai
Abdullah, yang mengangkat jenazah ayahnya dari
liang lahat mengaku sempat kaget.

Soalnya kondisi jenazah hampir sama seperti saat
dikuburkan, 22 Oktober 1983 silam."Kondisi
jenazah persis sama seperti saat dikubur dulu.
Hanya tubuhnya agak menyusut saja, dan
rambutnya memutih" jelas Mukhtar.

Mukhtar dan keluarganya semakin kaget, jenazah
juga beraroma harum yang menyerbak.
Wanginya, kata Mukhtar, tidak seperti parfum-
parfum yang ada di toko-toko minyak wangi.
Teriakan takbir pun langsung terdengar dari
orang-orang yang menyaksikan kejadian tersebut.
Yang juga dirasa aneh oleh keluarga, ribuan
warga tiba-tiba berdatangan mengikuti prosesi
pemindahan jenazah. Padahal keluarga tidak
memberi pemberitahuan kepada warga maupun
murid-murid Kiai Abdullah. Mereka tiba-tiba saja
datang.
"Awalnya pemindahan jenazah itu hanya
dilakukan keluarga. Paling hanya 20 orang. Tapi
nggak tahu kenapa tiba-tiba saat jenazah digali
orang-orang sudah banyak berkumpul," ujar
Mukhtar.

Saking banyaknya orang yang datang, imbuh
Mukhtar, mobil dan motor pelayat yang terparkir
di sisi jalan Benda, panjangnya mencapai 5
kilometer sehingga membuat kemacetan yang
luar biasa di jalan tersebut.
Beberapa warga yang ditemui detikcom
menuturkan, sebelum proses pemindahan
jenazah, sebenarnya tanda-tanda keanehan sudah
muncul terkait rencana pemindahan makam
tersebut. Sebab saat alat berat
ingin menghancurkan musala dan bangunan
makam, tidak bisa berfungsi. Beberapa kali alat
pengeruk dari mobil beko patah ujung kukunya.
Karena kejadian itu, pihak kontraktor pelebaran
jalan menunda pembongkaran yang rencananya
akan dilakukan pada Januari 2009 itu.
Pembongkaran baru bisa dilanjutkan awal
Agustus setelah ada kesepakatan dengan
keluarga. Salah satunya soal cara pembongkaran
musala dan makam itu, yakni dengan hanya
menggunakan palu dan linggis. Bukan pakai alat
berat.

Keluarga Kiai Abdullah sebenarnya
menyayangkan kalau musala itu dibongkar. Sebab
musala yang telah ada sejak puluhan tahun lalu
itu sangat dibutuhkan warga setempat untuk
beribadah.
Musala yang berdiri di atas tanah wakaf itu sejak
dibangun Kiai Abdullah tahun 1950-an sudah
mengalami beberapa pemugaran dan pelebaran.
Hingga menjadi semakin luas dan bangunannya
menjadi permanen.

Namun pada 2007, Pemkot Tangerang ternyata
punya rencana melakukan pelebaran jalan
Benda, Juru Mudi, Batu Ceper, yang berada di
sepanjang Sungai Cianjane. Musala dan makam
itu kebetulan berada di lokasi yang akan
dijadikan akses jalan sehingga terpaksa harus
digusur.
Tanah yang akan digusur dihargai Rp 500 ribu per
meter. Harga itu belum termasuk bangunan yang
akan dibongkar. Tapi keluarga Kiai Abdullah
menolak pemberian uang pengganti. Pasalnya ,
tanah tempat musala dan makam itu merupakan
tanah wakaf yang tidak boleh� diperjualbelikan.
Pihak keluarga hanya meminta Pemkot
membangun kembali musala di sekitar wilayah
Juru Mudi, supaya warga setempat mudah kalau
ingin beribadah. "Sepeser pun kami tidak
menerima uang penggantian. Biaya pemindahan
jenazah saja kami tanggung sendiri, sekalipun
Pemkot sudah menawarkan" jelas Mukhtar, anak
sulung Kiai Abdullah.
Kini jenazah Kiai Abdullah dimakamkan di depan
pekarangan rumah Achmad Fathi, yang berjarak
hanya 15 meter dari lokasi pemakaman
sebelumnya. Di areal pemakaman baru itu
terdapat tiga makam, yakni makam KH Abudullah
bin Mukmin, makam istri keduanya Maswani,
serta makam putra keduanya yang bernama M
Syurur.

Rencananya, areal makam itu akan diperluas
lantaran setiap hari banyak orang yang datang
untuk berziarah, terutama setelah tersiar kabar
jasad Kiai Abdullah masih utuh meski dikubur
selama 26 tahun. Bahkan untuk memudahkan
para peziarah, keluarga bermaksud membangun
musala di samping areal makam.(ddg/iy)

Wallahua’lam bish Shawwab ....

Dikubur 26 Tahun Jasad Masih Utuh ..
... KAIN KAFAN SANG KIAI UTUH DAN HARUM
BAUNYA ...

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... Tiga bak berisi
air dan potongan kayu ukuran 70 cm x 30 cm
telah disiapkan anak-anak almarhum KH.

Abdullah. Saat itu, Minggu 2 Agustus 2009,
makam Kiai Abdullah akan dipindahkan lantaran
di lokasi itu terkena proyek pelebaran Jalan
Benda, Batu Ceper, Tangerang, yang mengarah
ke Bandara Soekarno Hatta, Jakarta.

Air yang ada di dalam bak itu rencananya akan
digunakan untuk mencuci tulang belulang
sebelum dipindahkan ke lokasi pemakaman yang
baru. Sementara potongan kayu sengon sebanyak
9 potong diperuntukkan sebagai dinding
pembatas jenazah di dalam liang lahat.
"Saya sudah beberapa kali melihat proses
pemindahan kuburan di Karet Bivak, Jakarta
Pusat. Persiapannya memang seperti itu," kata
Achmad Fathi, anak ketiga Kiai Abdullah.

Namun semua perlengkapan itu akhirnya tidak
terpakai. Soalnya, ketika makam yang berusia 26
tahun digali, pemandangan aneh terjadi. Jasad
Kiai Abdullah ternyata masih utuh. Begitu juga
dengan kain kafan dan kayu penutup jenazah.

Tidak ada tanda-tanda bekas gigitan rayap atau
binatang tanah di kafan maupun di kayu kamper
tersebut.
Sementara Mukhtar Ali, anak sulung Kiai
Abdullah, yang mengangkat jenazah ayahnya dari
liang lahat mengaku sempat kaget.

Soalnya kondisi jenazah hampir sama seperti saat
dikuburkan, 22 Oktober 1983 silam."Kondisi
jenazah persis sama seperti saat dikubur dulu.
Hanya tubuhnya agak menyusut saja, dan
rambutnya memutih" jelas Mukhtar.

Mukhtar dan keluarganya semakin kaget, jenazah
juga beraroma harum yang menyerbak.
Wanginya, kata Mukhtar, tidak seperti parfum-
parfum yang ada di toko-toko minyak wangi.
Teriakan takbir pun langsung terdengar dari
orang-orang yang menyaksikan kejadian tersebut.
Yang juga dirasa aneh oleh keluarga, ribuan
warga tiba-tiba berdatangan mengikuti prosesi
pemindahan jenazah. Padahal keluarga tidak
memberi pemberitahuan kepada warga maupun
murid-murid Kiai Abdullah. Mereka tiba-tiba saja
datang.
"Awalnya pemindahan jenazah itu hanya
dilakukan keluarga. Paling hanya 20 orang. Tapi
nggak tahu kenapa tiba-tiba saat jenazah digali
orang-orang sudah banyak berkumpul," ujar
Mukhtar.

Saking banyaknya orang yang datang, imbuh
Mukhtar, mobil dan motor pelayat yang terparkir
di sisi jalan Benda, panjangnya mencapai 5
kilometer sehingga membuat kemacetan yang
luar biasa di jalan tersebut.
Beberapa warga yang ditemui detikcom
menuturkan, sebelum proses pemindahan
jenazah, sebenarnya tanda-tanda keanehan sudah
muncul terkait rencana pemindahan makam
tersebut. Sebab saat alat berat
ingin menghancurkan musala dan bangunan
makam, tidak bisa berfungsi. Beberapa kali alat
pengeruk dari mobil beko patah ujung kukunya.
Karena kejadian itu, pihak kontraktor pelebaran
jalan menunda pembongkaran yang rencananya
akan dilakukan pada Januari 2009 itu.
Pembongkaran baru bisa dilanjutkan awal
Agustus setelah ada kesepakatan dengan
keluarga. Salah satunya soal cara pembongkaran
musala dan makam itu, yakni dengan hanya
menggunakan palu dan linggis. Bukan pakai alat
berat.

Keluarga Kiai Abdullah sebenarnya
menyayangkan kalau musala itu dibongkar. Sebab
musala yang telah ada sejak puluhan tahun lalu
itu sangat dibutuhkan warga setempat untuk
beribadah.
Musala yang berdiri di atas tanah wakaf itu sejak
dibangun Kiai Abdullah tahun 1950-an sudah
mengalami beberapa pemugaran dan pelebaran.
Hingga menjadi semakin luas dan bangunannya
menjadi permanen.

Namun pada 2007, Pemkot Tangerang ternyata
punya rencana melakukan pelebaran jalan
Benda, Juru Mudi, Batu Ceper, yang berada di
sepanjang Sungai Cianjane. Musala dan makam
itu kebetulan berada di lokasi yang akan
dijadikan akses jalan sehingga terpaksa harus
digusur.
Tanah yang akan digusur dihargai Rp 500 ribu per
meter. Harga itu belum termasuk bangunan yang
akan dibongkar. Tapi keluarga Kiai Abdullah
menolak pemberian uang pengganti. Pasalnya ,
tanah tempat musala dan makam itu merupakan
tanah wakaf yang tidak boleh� diperjualbelikan.
Pihak keluarga hanya meminta Pemkot
membangun kembali musala di sekitar wilayah
Juru Mudi, supaya warga setempat mudah kalau
ingin beribadah. "Sepeser pun kami tidak
menerima uang penggantian. Biaya pemindahan
jenazah saja kami tanggung sendiri, sekalipun
Pemkot sudah menawarkan" jelas Mukhtar, anak
sulung Kiai Abdullah.
Kini jenazah Kiai Abdullah dimakamkan di depan
pekarangan rumah Achmad Fathi, yang berjarak
hanya 15 meter dari lokasi pemakaman
sebelumnya. Di areal pemakaman baru itu
terdapat tiga makam, yakni makam KH Abudullah
bin Mukmin, makam istri keduanya Maswani,
serta makam putra keduanya yang bernama M
Syurur.

Rencananya, areal makam itu akan diperluas
lantaran setiap hari banyak orang yang datang
untuk berziarah, terutama setelah tersiar kabar
jasad Kiai Abdullah masih utuh meski dikubur
selama 26 tahun. Bahkan untuk memudahkan
para peziarah, keluarga bermaksud membangun
musala di samping areal makam.(ddg/iy)

Wallahua’lam bish Shawwab ....

shared Terima Kasih IBU's photo.

Tiada ulasan: